Kami mengikuti misa seperti biasa. Saat mulai Bapa Kami, Mama yang semula berdiri di sebelahku tiba-tiba duduk. Biasanya jika merasa tidak enak badan, Mama kuberitahu agar duduk. Mamaku berusia 73 tahun. Kupegang tangannya ternyata dingin. Akhirnya aku katakan agar Mama tidak berdiri menyambut Komuni. Pada saat penerimaan Komuni, aku memberitahu petugas Tatib agar Mama diberi Komuni di tempat. Saat itu yang bertugas ibu-ibu Wanita Katolik.
Ketika
aku selesai menerima komuni, aku duduk lagi di samping Mama dan saat itu Mama
sudah lemas. Tangannya mulai lemas dan badannya luruh ke bawah. Aku memegangnya
dan dengan panik menepuk-nepuk pipi Mama. Adikku, Devi yang duduk di sebelah
kanan Mama juga ikut mencoba membangunkan Mama. Ternyata Mama sudah pingsan. Kemudian
datang Asisten Imam dan memberi Komuni pada Mama. Komuni dimasukkan ke mulut
Mama namun Komuni sebagian tidak bisa masuk. Ada seperempat bagian masih berada
di luar bibir Mama.
Aku
sangat bingung waktu itu dan aku menyebut nama, “Yesus! Yesus!” berkali-kali
sambil tak kuasa menahan air mataku. Aku sungguh membutuhkan pertolongan Yesus.
“Sadarkanlah Mama! Sadarkanlah! Yesus! Yesus!”
Oleh
Devi, bibir Mama ditekan-tekan agar Komuni bisa masuk ke mulut Mama. Tiba-tiba
bibir Mama mulai bergerak-gerak. Aku dan Devi berusaha agar Mama bisa makan
Komuni tersebut. Akhirnya Komuni bisa masuk tapi Mama masih tak sadarkan diri.
Kami membaringkannya dan mengusap tubuhnya dengan minyak kayu putih yang diberi
oleh umat di belakang kami. Kemudian di mulut Mama keluar lendir berwarna
kuning dan seperti mau muntah. Seorang umat yang juga seorang dokter menyuruh
kami membaringkannya miring agar bisa muntah, tapi lendir di mulut Mama tidak keluar
malah kembali masuk dan tidak jadi muntah. Yesus! Komuni tadi akhirnya
tertelan.
Lalu
beberapa bapak membawa Mama ke ruang sekretariat untuk dibaringkan. Oleh dokter,
kakinya dinaikkan ke atas dan kepala dibiarkan tanpa bantal, supaya sejajar
dengan tubuhnya. Tubuh Mama dingin, wajahnya pucat dan kata dokter, denyut
jantungnya sangat lemah. Aku masih berusaha menyadarkan Mama dengan mengoles
tangan, kaki, perutnya dengan minyak kayu putih sambil tak henti-hentinya
memanggil Mama. Mama tidak juga sadar. Kemudian dokter menyuruh memberi air
gula hangat. Selama menunggu dicarinya air, dokter memeriksa lagi dan denyut
jantung Mama semakin lemah. Tak lama Ibu Susilo datang membawa air gula dan
diminumkan. Lalu perlahan-lahan Mama sadar.
Puji
Tuhan! Mama mulai pulih dan bertanya di mana ini? Mengapa ia ada di sini? Ini
siapa? Dan banyak pertanyaan lainnya yang membuat kami lega. Lega sekali!
Terimakasih Tuhan, terimakasih Yesus. Sungguh mukjizatmu itu nyata dalam hidup
kami. Sungguh Ekaristi itu menyembuhkan!
Akhirnya
kami pulang dan di tengah perjalanan, anakku Stefanie nyeletuk, “Ma, tadi Mama
menang.” Astaga! Aku lupa jika aku harus menghadiri acara launching Website
Paroki. Yah, sudahlah! Waktu tidak akan bisa diputar ulang.
Aku
ucapkan selamat untuk Paroki Santo Marinus Yohanes. Semoga kebaikan orang-orang
di sana akan semakin membesarkan kerajaan Tuhan di dunia ini. Amin.
****