Aku melihat seorang Nenek menjajakan koran di sana. Dengan memakai topi lebar untuk pelindung kepala, dia menjajakan korannya. Tiap kali ia menjajakan koran pada setiap mobil yang lewat, tangannya memberi tanda seperti menyuap nasi. Kusimpulkan, dia memberi isyarat agar orang-orang di mobil merasa kasihan padanya dan membeli korannya agar dia bisa makan. Wajahnya bersinar tiap kali orang yang ditawarinya membuka jendela mobil dan membeli korannya.
Kuamati tubuhnya yang sudah sangat renta dan badannya yang bongkok. Sandal jepit yang dikenakannya pun sudah tipis. Kebaya dan jariknya pun sudah lusuh. Kondisi yang membuat siapapun terenyuh. Tapi aku melihat semangat di wajahnya dan langkahnya yang cepat saat berjalan. Dia betul-betul bersemangat dan sepertinya dia tidak pernah mengeluh akan keadaannya.
Benakku dipenuhi berbagai pikiran. Mengapa Nenek itu menjajakan koran? Apa dia tidak mempunyai anak atau keluarga yang bisa memberinya makan? Mengapa setua itu ia harus mencari makan sendiri? Seharusnya saat ini ia sedang berada di rumah, bermalas-malasan dan bersenda gurau bersama cucu-cucunya. Dan ia tak perlu berpanas-panasan di jalan untuk mencari sesuap nasi.
Mungkin kita sering bertanya seperti itu. Orang-orang yang kelaparan, kemiskinan di mana-mana. Keadaan ekonomi yang demikian parah membuat banyak orang di usia senja harus mencari makan sendiri.
Pengemis, gelandangan, dari anak bayi sampai yang sudah renta berkeliaran di sekeliling kita. Kontras dengan banyaknya mobil-mobil yang semakin menjamur di Surabaya ini.
Ironis!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar